SAYA MOHON MAAF JIKA DI DALAM BLOG SAYA TERDAPAT KESALAHAN DAN KEKURANGAN DALAM MEYAMPAIKAN KARNA SAYA JUGA MANUSIA YANG TIDAK LEPAS DARI KESALAHAN BAGI PENGUNJUNG MOHON KRITIK DAN SARANNYA UNTUK SAYA

Friday, April 24, 2015

PERS RIAU



BAB I
PENDAHULUAN

1.LATAR BELAKANG
    a.Definisi Pers
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata ‘pers’ berarti:
1)    Alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
2)    Alat untuk menjepit, memadatkan
3)    Surat kabar dan majalah yang berisi berita-berita seperti yang ditulis oleh…
4)    Orang yang bekerja di bidang persuratkabaran.
Menurut Ensiklopedi Indonesia, istilah pers merupakan nama seluruh penerbitan berkala: Koran, majalah, dan kantor berita.
Menurut Ensiklopedi Pers Indonesia, istilah pers merupakan sebutan bagi penerbit atau perusahaan atau kalangan yang berkaitan dengan media massa atau wartawan. Sebutan ini bermula dari cara bekerjanya media cetak yang awalnya menekankan huruf-huruf di atas kertas yang akan dicetak. Dengan demikian, segala barang yang dikerjakan dengan mesin cetak disebut pers.
UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bahwa yang dimaksud dengan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
WEINER
Pers adalah "wartawan cetak" atau "media cetak", "publisitas" atau "peliputan berita, dan "mesin cetak" atau "naik cetak". 
            OEMAR SENO ADJI
* Pers dalam arti sempit: pers mengandung penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan jalan kata tertulis.
* Pers dalam arti luas: adalah semua media mass communications yang memancarkan pikiran da perasaan seseorang, baik dengan kata-kata tertulis maupun kata lisan.





BERDASARKAN ILMU KOMUNIKASI
Pengertian pers yaitu:
Usaha percetakan atau penerbitan
Usaha pengumpulan dan penyiaran berita
Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan televisi
Orang - orang yang bergerak dalam penyiaran berita
Media penyiaran berita, yakni surat kabar, majalah, radio, dan televisi.
PASAL 1 AYAT (1) UU NO. 11 TAHUN 1966
Pers adalah lembaga kemasyarakatan alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktunya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya.
AIM ABDULKARIM
Pers merupakan perusahaan yang berbentuk badan hukum sehingga hasil cetakannya harus dapat dipertanggungjawabkan..
R EEP SAEFULLOH FATAH
Pers merupakan pilar keempat bagi demokrasi (the fourth estate of democracy) dan mempunyai peranan yang penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah.










BAB II
PEMBAHASAN

A.SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERS DIRIAU
Sejarah dan perkembangan pers di Riau tidak luput dari sejarah Riau sendiri. Sejarah dan perkembangan pers di Riau dimulai dari Kerajaan Melayu Islam di Riau daratan, Riau Kepulauan dan Semenanjung Malaysia serta Singapura. Setelah mengalami pasang-surut sejarah dan perkembangan pers di Riau saat ini cukup mengairahakan terutama dengan banyaknya penerbitan dan besarnya oplah yang terbut di Riau. Namun yang perlu digaris bawahi bahwa sejarah dan perkembangan pers di Riau tidak pernah terlepas dari budaya Islam yang menjadi dasar budaya melayu sendiri.
·         Awal Perkembangan.
 Sejarah pers Riau sebenarnya tak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Melayu-Riau. Kerajaan Melayu ini dahulu menyatu dengan wilayah Semenanjung Malaya (Malaysia), Singapura, Riau daratan dan kepulauaan Riau. Sehingga awal perkembangan Pers di Riau lebih diwarnai sistem pemerintahan di kerajaan dan masyarakat Melayu pada saat itu yakni budaya Islam.
            Tonggak sejarah Pers di Riau dimulai pada tanggal 23 Juli 1906 dengan lahir pula majalah Al-Iman pimpinan seorang juruwarta keliling Kerajaan Melayu Riau-Lingga, bernama Radja ’Ali bin Radja Moehammad Joesoef Al-Ahmadi Yang Dipertoean Moeda Riau, atau dipanggil Raja Ali Kelana. Walaupun bukan penerbit pertama di Indonesia, namun Al-Iman termasuk majalah awal mula yang terbit dan menyampaikan semangat perjuangan di Indonesia.
            Dalam pengelolaan Al-Iman dia bekerja-sama dengan seorang ulama asal Minangkabau, Sjech Moehammad Tahir Djalaloeddin Falaki, dan Haji Abbas bin Moehammad Thaha. Majalah ini sepenuhnya dikelola para alim-ulama dan cendekiawan Melayu, termasuk Hitam Chalid dan Said Syeich Ahmad Al-Hadi. Di samping itu juga tercatat nama Sjech Salim al-Kilali, seorang saudagar batik Cirebon.
Karena iklim dan kondisi politik kolonial Balanda di Indonesia pada waktu itu senantiasa mencurigai setiap kegiatan yang berbau pergerakan, majalah Al-Iman terpaksa dicetak di Singapura dan didistribusikan ke daerah Sumatera, Jawa, Tanah Semenanjung Malaya, dan di Singapura sendiri. Percetakan yang mengerjakan Al Iman bernama Al-Ahmadiyah Press milik himpunan cendekiawan kerajaan Melayu-Riau-Lingga, Rusydiyah Club. Percetakan ini konon mulanya didirikan oleh Syarikat Dagang Ahmadi milik Radja Ali Pulau asal Midai, Kepulauan Natuna, dengan nama Mathba’at Al Ahmadiyah, yang kemudian terkenal dengan Al Ahmadiyah Press, beralamat di Jalan Lord Minto No. 50, Singapura. Majalah AL Iman diterbitkan oleh Al Iman Printing Company Ltd., Singapura dengan menggunakan tulisan Jawi (Arab-Melayu).
 Adapun tujuan dari penerbitan majalah ini adalah untuk menggalang rasa persatuan dan kesatuan di kalangan anak negeri (bumiputra) dalam menghadapi penindasan penguasaaan kolonial Belanda. Selain itu majalah ini meryupakan alat komunikasi dan penyampaiaan aspirasi masyarakat terhadap penjajahan di Indonesia,
 Selain mengelola penerbitan Al-Iman Radja Ali kelana juga menerbitkan beberpa buku. Pada tahun 1898 Radja Ali kelana menerbitkan buku berjudul Perhimpunan Plekat, yang juga dicetak di Mathba’at Al Riauwiyah, Pulau Penyengat. Beberapa buku lain yang diterbitkan Radja Ali kelana adalah Kumpulan Ringkas Al Iman (1909), Bughyat al-Ani fi Huruf al-Ma’ani (1922), dan Rencana Madah (1926). 2)
            Menjelang Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, atau 22 tahun setelah kehadiran Al Iman, di Singapura terbit pulamajalah MASA yang dikelola para pengarang asal Riau, Radja Moehammad Joenoes Ahmad Riauwi dan Farid Djamil Moeda. Majalah yang terbit setiap awal bulan Arab dan menggunakan tulisan Arab-Melayu (Jawi) ini dicetak pada percetakan Mathba’at Djamiliyah Farid Djamil Moeda di Jalan Sulaiman No. 19, Muar, Johor.
            Majalah berformat 30 x 20 cm. ini memuat aneka berita, riwayat, sejarah, dan pengetahuan umum. Dalam edisinya 16 Mei 1934, Tahun VI, di halaman 43, MASA memuat berita tentang lagu Indonesia Raya yang dilarang oleh penguasa Kerajaan Hindia Belanda (Nederlans Oost Indie). Ditulisnya bahwa lagu Indonesia Raya dilarang dinyanyikan dengan mulut (suara), kecuali hanya dengan musik saja. 30
·         Masa Penjajahan Jepang
 Pada tahun 1944 masa penjajahan Jepang, di Pekanbaru terbit sebuah media mingguan propoganda Jepang Riau Kobo yang dikelola badan propoganda Jepang, Seng Deng. Mingguan ini dikelola dengan memanfaatkan tenaga seorang wartawan Indonesia yang aktif dalam gerakan kemerdekaan, bernama Sboe Bakar Abdoeh. Pada tahun yang sama terbit pula majalah Fajar Asia di Syohnan To (Singapura). Majalah ini berisi artikel feature dalam bahasa Indonesia sebagai propoganda Jepang tentang Asia Timur Raya. Di samping sebagai media propoganda Jepang, majalah ini juga dimanfaatkan para wartawan muda Indonesia dan Semennanjung Malaya untuk kmenyalurkan aspirasi mereka tentang kemerdekaan. Mereka terinspirasi dan terangsang oleh kebangkitan kaum muda Mesir dan Timur Tengah.
 Menjelang berakhirnya Perang Dunia II (1945) terbit pula majalah bulanan Kenchana, yang bertujuan untuk persatuan Melayu Raya Indonesia dan Semenanjung Malaya. Majalah yang diterbitkan di Singapura ini ditangani oleh Harun Aminurrashid, Naz Achnas dan Amir Haji Omar, dan diisi oleh banyak jurnalis Melayu dari Riau dan para penulis dari Indonesia. Sebagaimana umumnya media yang mengandung misi perjuangan waktu itu, majalah Kenchana pun tidak berumurn panjang. Dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan, majalah inipun tak terbit lagi.
            Selain penerbitan yang sudah ada di Pekanbaru terbit pula surat kabar Pekanbaru Shimbun yang dikelola sendiri oleh orang-orang Jepang sebagai alat komunikasinya.
·         Masa Kemerdekaan.
 Setelah kemerdekaan Indonesia koran Riau Koho diambil-alih oleh para pemuda pejuang namanya mereka ganti menjadi Perdjoeangan Kita. Pimpinan redaksinya dipegang oleh Aboe Bakar Abdoeh yang tadinya mengasuh surat kabar Riau Koho bersama Jepang. Perdjoeangan Kita mempunyai sasaran untuk membangkitkan semangat para pemuda pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Koran ini diterbitkan dengan tiras 3000 eksemplar, suatu angka yang cukup besar untuk ukuran zaman revolusi itu.
            Waktu Agresi Belanda II (1948-1949) di Pekanbaru terbit koran stensilan Perintis. Walaupun bentuknya sangat sederhana dan sirkulasinya terbatas, koran ini telah berjasa besar dan sangat berperan dalam membangkitkan semangat perjuangan anak bangsa di Kota Bertuah ini.
            Pada masa perang gerilia di daerah pengungsian, yakni kampung Dua Pelanduk, Tanjung Palas, pedalaman Dumai di pantai timur Sumatera, lahir pula mingguan stensilan Republiken. Mingguan ini dikelola oleh Nurdin sebagai Pemimpin Redaksi dan Sersan Mayor CPM Nahar Efendy sebagai Penanggung Jawab.
            Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI 27 Desember 1949, di Riau terbit beberapa surat kabar harian atau mingguan. Tidak hanya di kota-kota kabupaten seperti Pekanbaru, Tanjung Pinang dan Rengat, tapi merambah sampai ke ibukota kewedanaan dan kecamatan. Peluang suasana liberal semasa Republik Indonesia Serikat (RIS), yang setahun kemudian (27 Desember 1950) diutuhkan kembali oleh Bung Karno menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), betul-betul dimanfaatkan oleh para praktisi pers Riau yang sudah mulai membentuk jati dirinya sejak awal abad itu.
            Pada tahun 1950 di Tanjung Pinang terbit media stensilan empat halaman bertajuk Bulletin IPPI pimpinan Korengkeng. Lima tahun kemudian bulletin ini berganti baju menjadi Sari Pers, diasuh orang yang sama dan juga di reproduksi secara stensilan empat halaman. Media yang kedua ini bertahan sampai tahun 1957.
            Tahun 1954, di Bagansiapiapi terbit surat kabar stensilan Pewarta Kita sebagai penyeimbang dari tiga koran beraksara Cina dan berbahasa Mandarin (juga stensilan) yang di terbitkan oleh tiga kelompok etnis Tionghoa berbdea ideologi di kota tersebut. Koran pertama berkiblat ke Peking (Republik Rakyat Tiongkok yang berpaham Komunis yang atau lazim disebut kelompok go kak atau ”bintang lima”). Yang kedua berkiblat ke Taiwan (Kwo Min Tang, atau Cina Nasionalis, dikenal sebagai kelompok cap ji kak atau ”bintang 12”), dan yang ketiga adalah milik WNI keturunan yang bernaung dibawah panji-panji partai Baperki, yang diketuai Siauw Giok Tjhan.
            Pewarta Kita, surat kabar pertama dan satu-satunya koran berbahasa Indonesia yang terbit di Bagansiapiapi saat itu, diasuh oleh suatu generasi multi usia dengan aneka latar belakang. Mereka adalah A. Baza alias Pak Benggol (pensiunan bea cukai), Dollah Achmad (pensiunan polisi), M. Arsyad dan Djohan Joenoes (karyawan Bank Rakyat Indonesia), A. Togo Hanafie (tokoh pemuda), dan Moeslim Roesli (wartawan Harian Warta Berita dan majalah WAKTU, Medan).

            Pada tahun 1956, di Pekanbaru terbit suratkabar mingguan Kumandang pimpinan B.M. Thahar yang nada pemberitaan dan tajuk rencananya cenderung merupakan terompet gerakan Dewan Banteng di Sumatera Tengah. Di tahun yang sama, di Selatpanjang, terbit sebuah mingguan yang dipimpin oleh trio A.Manan Thalib, seorang seniman, A.Gaffar Noor, jebolan Akademi Wartawan Effendi Harahap Institute di Medan yang pernah menulis untuk koran Padang Nippo di Padang pada zaman Pendudukan Jepang (Perang Dunia II), dan Idris Rajiman, seorang penulis tempatan. Mingguan stensilan ini cuma terbit selama setahun saja.
            Setahun kemudian terbitlah mingguan Bahtera, pimpinan Abdoel Moeis Hadjads, sebagai pendukung perjuangan pembentukan Provinsi Riau yang ingin berpisah dari Provinsi Sumatera Tengah. Kedua media tersebut sama-sama dicetak di Padang, karena Pekanbaru belum memiiliki unit percetakan yang sanggup mencetak koran ukuran plano. Sirkulasi dan distribusi kedua koran tersebut meliputi wilayah Keresidenan Riau, Jambi dan Sumatera Barat. Waktu itu ketiga wilayah masih berada dalam kawasan Provinsi Sumatera Tengah, dengan ibukotanya Bukittinggi, yang kemudian dipindahkan ke Padang.
 Pada tahun 1958 lahir pula mingguan Taruna yang juga dicetak di luar daerah. Koran Kumandang, Bahtera, dan Taruna berhenti terbit akibat terjadinya peristiwa PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada awal 1958. 11)
 Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), di Riau terbit koran-koran Riau Pos (1959), Sinarmasa (1961), Suluh Riau, Gotong Royong, Duta Riau, dan Obor (1962). Kemudian menyusul pula Teladan Minggu dan Angkatan Bersenjata edisi Tanjung Pinang (1963).
            Pada bulan Maret 1959 terbitlah suratkabar mingguan Riau Pos empat halaman, yang dicetak di Jakarta. Koran ini dimotori oleh Letnan Kolonel (pur). Hassan Basri, bersama Wan Sulung (Selatpanjang), dan Tengku Marhaya (Pekanbaru). Kru Riau Pos terdiri dari Abu Hasyim K. sebagai Pemimpin Umum, serta Zoechrij Lilith dan G.N.T. Ilyas sebagai redaksi. Riau Pos pertama ini terbit dengan izin Penguasa Perang Daerah (Peperda) Swatantra Tingkat I Djakarta Raya. Riau Pos ini merupakan koran Riau yang punya dua ”markas” (Pekanbaru dan Jakarta), Koran ini menyandang sebuah trilogi semboyan: ”mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945
 Karena berbagai kendala, terutama jarak yang sangat jauh antara kedudukan redaksi Riau Pos dengan lokasi pecetakan, masalah transportasi dan distribusi, serta kesulitan teknis lainnya, koran milik Letkol. Hassan Basri ini akhirnya terpaksa juga menyerah kepada keadaan, dan mengistirahatkan diri sejak 1961.
            Kekosongan media yang ditinggal oleh kepergian Riau Pos ini kemudian langsung diisi oleh kelahiran koran Sinarmasa yang terbit pada 1961. pengelolanya adalah Wan Sjafroeddin Idroes (Pemimpin Umum), A. Moeis Hadjads (Pemimpin Redaksi), Boestamam Halimy (Wakil Pemred), serta Mawardittam dan A. Rahman Junus (redaksi). Mulanya koran ini terbit tiga kali seminggu, berupa stensilan 16-20 halaman, dengan oplah beberapa ratus eksemplar saja. Kemudian ia tampil dalam format plano empat halaman, dicetak di Padang, dengan frekuensi terbit menjadi mingguan. Mereka dibantu dengan karya karikatur goresan Tenas Effendy, dan berita-berita lokal oleh wartawan RRI Zainal Abbas, Marlis Ramali, dan Arisun Agust.
 Koran Riau berikutnya yang memperoleh SIT (Surat Izin Terbit) dan SIPK (Surat Izin Penerbit Koran) adalah suratkabar Obor. Walaupun SIT-nya harian tapi hanya mampu terbit dua sampai tiga kali seminggu. Inilah surat kabar pertama dan satu-satunya yang dicetak setempat waktu itu di Pekanbaru. Format-nya adalah tabloid (setengah plano) dengan ketebalan 8 sampai 12 halaman dan dikerjakan pada Percetakan Otonom milik Pemerintah Kebupaten Kampar, di Pekanbaru. Sebelum pindah ke Bangkinang ibukota Kabupaten Kampar berikut kedudukan Bupati dan seluruh perangkatnya berada di Pekanbaru. Lokasi Percetakan Otonom waktu itu persis di sudut Jalan Riau dengan Jalan Mawar, Pekanbaru. Percetakan ini sudah sangat tua, konon bikian tahun 1890. seluruh hurufnya masih disusun dengan tangan (handzet), mulai dari judul sampai ke semua naskah berita. Puluhan, bahkan ratus ribu huruf harus disusun huruf demi huruf, baris demi baris dan kolom demi kolom untuk setiap penerbitan.
 Surat kabar Riau lainnya yang terbit pada era ini adalah harian pagi Suluh Riau di bawah asuhan M. Ali Rasahan, Eddy Mawuntu, dan Soedirman Backry (1962-1965) yang terbit di Tanjungpinang, disusul oleh majalah bulanan budaya stensilan Sempena, juga terbit di Tanjungpinang dengan pengelola H. Soedirman Backry, Samsulkamar A.H., Rona Sjuib, dan Rossanjoto (1962-1967) Pada tahun yang sama (1962) di Pekanbaru lahir pula mingguan stensilan Gotong Royong asuhan Burhanuddin Ajam dan Mawardiittam, dan koran minggu Duta Riau cetakan Medan yang digarap oleh Muhammad S. dan Busra Algerie.
 Pada saat-saat kritis menjelang pecahnya peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI), di Riau terbit lagi lima surat kabar, yakni Teladan Minggu di Tanjung Pinang (1963), Angkatan Bersenjata edisi Tanjungpinang (1963-1964), Demokrasi (1964-1965), Angkatan Bersenjata edisi Pekanbaru (1964-1968), dan Berita Rumbai (1965).
            Selain Obor (1962-1966) dan Angkatan Bersenjata edisi Pekanbaru (1964-1968) koran-koran pada era Demokrasi Terpimpin ini tak ada yang berusia lanjut. Angkatan Bersenjata edisi Pekanbaru yang dipimpin Perwira Penerangan Korem 031/Wirabima, Kapten Zuhdi, merupakan koran pertama berukuran plano yang di cetak di Pekanbaru, menggunakan unit Percetakan ’Daya Upaya hasil perjuangan mati-matian PWI Cabang Riau. Unit percetakan tersebut ditampatkan di Jalan Kuantan Raya 101, yang pernah menjadi ”markas” Harian Riau Pos sebelum menempati gedung sendiri di Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang (sekarang H.R. Subrantas) KM 10 1/2, tanggal 5 Maret 1997.
·         Masa Orde Baru
            Selama 12 tahun pertama Orde Baru (1966-1978), di Riau hampir tidak sebuahpun suratkabar yang berhasil hidup, selain organ resmi humas Pemda Provinsi, yakni Gema Riau. Memang pernah terbit sebuah majalah kanak-kanak , Nenek Kebayan, sebuah mingguan, Sempana, serta dua majalah budaya, Solarium dan Canang, tapi sayang tak satupun yang berumur panjang.

 Gema Riau diterbitkan oleh Bagian Hubungan Masyarakat Kantor Gubernur, setelah Kolonel Arifin Achmad memangku jabatan Gubernur Riau menggantikan Brigjen. Kaharoedin Nasoetion di penghujung 1966. Pada mulanya Gema Riau terbit hanya berupa stensilan satu halaman ukuran kuarto. Distribusinya terbatasuntuk para pejabat dan kantor-kantor Pemerintah, ditambah beberapa anggota masyarakat yang berminat saja. Pada bulan September 1967, Arifin Achmad merekrut Drs. Rustam S. Abrus (alm.), untuk menjadi Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kantor Gubernur Riau. Waktu itu dia masih wartawan harian Duta Masyarakat di Jakarta.
 Surat kabar organ resmi Pemda Riau Gema Riau sempat bertahan sampai tahun 1980-an, dengan mengalami beberapa kali regenerasi pengelola sesuai dengan pergantian pejabat Humas Pemda. Demikian juga stafnya mengalami beberapa kali penggantian dan penambahan sesuai kebutuhan. Peran Gema Riau ini kemudian digantikan oleh mingguan Warta Karya (1987) pada era Gubernur Imam Munandar dengan Kepala Biro Humasnya Drs. Aparaini Rasyad.
            Melanjutkan misi dan peran Gema Riau yang sempat eksis di Bumi Lancang Kuning selama hampir 20 tahun, Imam Munandar mendukung ide penerbitan koran baru tersebut. Malah konon dia sendiri yang memilih nama Warta Karya, dengan penerbitnya Yayasan Penerbit dan Percetakkan Pers ”Riau Makmur” yang juga dipimpin oleh Imam Munandar. Pengelolanya adalah Sekwilda Riau Ir. Firdaus Malik, sedang Pemimpin Redaksi dijabat oleh drs. Asparaini Rasyad, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kantor Gubernur Riau.
 Namun dalam Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) tertanggal 22 September 1987, sebagai pengganti Surat Izin Terbit (SIT) Gema Riau, disebutkan bahwa para pengelola Warta Karya adalah Drs. Asparaini Rasyad (Pemimpin Umum), Zoechrij Lilith (Pemimpin Redaksi), dan Drs. Ruskin Har (Pemimpin Perusahaan).
 Baru berjalan kurang dari setahun, penerbitan ini sudah mengalami kemacetan akibat kelemahan manajemen, padahal dukungan dana Pemda Riau cukup tersedia. Mingguan Warta Karya ternyata bernasib sama dengan pendahulunya, yang akhirnya terpaksa menghentikan penerbitan.
o   Awal Mulanya Riau Pos
            Ketika Gubernur Riau di pegang oleh Soeripto, pertama sekali, dia memutuskan untuk menghidupkan kembali media pemda, dengan semangat baru, para pengelola baru, dan bahkan nama baru. Maka diajukannyalah permohonan penggantian SIUPP dari Warta Karya menjadi Riau Pos, dengan para pengasuhnya Zuhdi SH sebagai Pemimpin Umum merangkap Pemimpin Redaksi, dan J.K. Aris (Pemimpin Perusahaan). Dengan diperolehnya persetujuan Menteri Penerangan tertanggal 28 Agustus 1989, maka mingguan Riau Pos pun mulai beredar dengan melanjutkan nomor edisi Warta Karya sebelumnya.

 Setahun kemudian Riau Pos kembali bernasib sama dengan pendahulunya, yakni mengalami kemacetan karena lemahnya sistem pengelolaan (manajemen). Kemudian Riau Pos dikelila oleh Rida K. Liamsi, mantan pengasuh GeNTA yang hijrah ke harian Suara Karya Jakarta. Dibawah komando Rida K Liamsi Yayasan Penerbit Riau Makmur, pengayom Riau Pos, akhirnya berhasil menemukan mitra usaha baru Jawa Pos Group’ dari Surabaya. Kerjasama ini terjalin berkat jasa wartawan senior Dahlan Iskan, kolega Rida dari majalah berita mingguan TEMPO, Jakarta.
            Bulan Juni 1990 tercapailah kesepakatan resmi antara YPP ’Riau Makmur’ dengan ’Jawa Pos Group’. Dan mulai tanggal 17 Januari 1991, Riau Pos pun mulai merajut sejarah barunya sebagai koran harian pertama di Riau. Sampai sekarang kemitraan itu sudah berjalan lebih 16 tahun. Dan kini Riau Pos sudah berkembang biak dan beranak pinak menjadi 12 media cetak (11 koran dan satu majalah), dua media elektronik (TV), enam unit perangkat cetak koran, sedang jangkauannya telah menggurita, menggapai sampai ke empat provinsi yakni Riau, Kepri, Sumatera Utara, dan sumatera Barat.
            Tahun 1998 merupakan tonggak sejarah baru bagi pertumbuhan pers perjuangan di indonesia, lebih-lebih di Riau. Seiring terbukanya pintu reformasi untuk mendirikan partai-partai baru, media cetakpun muncul bak cendawan tumbuh. Sejak saat itu dunia penerbitan Riaupun ikut gegap gempita dengan kelahiran sejumlah penerbitan baru. Pertumbuhan pers Riau betul-betul booming sejak 1998. Puluhan koran harian, mingguan dan majalah lahir silih berganti. Beberapa di antaranya ada yang reinkernasi dengan gonta ganti nama.
 Dalam tahun pertama reformasi (1998) terbit tabloid mingguan Pantau, majalah berita Tema, tabloid berita Azam, majalah budaya Sagang, semua di Pekanbaru, dan harian Lantang di Batam. Tahun berikutnya (1999) muncul pula majalah bulanan Madani, tabloid berita Mediator Solusi, harian Suara Kita, harian Media Riau, majalah Utama, harian Pekanbaru Sore, dan mingguan Cahaya Riau di Pekanbaru, serta mingguan Serantau di Tanjungpinang. Cuma sayang umumnya tidak mampu bertahan lama, kecuali Sijori Pos, Azam, Lantang, Media Riau, dan Sagang. Suara Kita yang kemudian berganti nama menjadi Suara Riau, tadinya diperkirakan bakal bertahan lama, dan bisa menjadi pesaing Riau Pos. Tapi ternyata hanya bertahan dua tahun.
            Tahun 2000 nafsu menerbitkan koran malah kian menggebu-gebu. Waktu itu tampil pula harian Riau Mandiri, Riau Express dan Sijori Mandiri yang didukung modal yang cukup kuat, serta sejumlah tabloid mingguan
     





BAB III
TOKOH PERS RIAU


A.TOKOH PERS RIAU
v  ATIKA SURI -JURNALISTIK
Atika suri  (lahir di Lirik, Riau, 10 Februari 1968; umur 46 tahun) adalah salah satu dari pembawa acara berita perempuan di Indonesia yang juga menjadi produser program berita televisi. Atika Suri mengawali kariernya sebagai presenter di TVRI untuk acara Kamera Ria sampai 1993 dan pindah reporter and pembawa acara berita di RCTI untuk acara Nuansa Pagi pada tahun 1993. Sejak itu ia banyak meliput kegiatan kepresidenan di Istana termasuk lawatan ke luar negeri dari mantan presiden Soeharto and Abdurrahman Wahid.
Atika Suri kini menjadi produser program musik siang TVRI Kamera Ria berita siang RCTI, Buletin Siang, yang merupakan acara berita dengan rating tertinggi di siang hari. Tugasnya adalah mengelola produksi berita sesuai kebijakan keredaksian RCTI. Atika menyeleksi dan menentukan urutan berita berdasarkan kepentingan dan nilai berita, menulis berita dan menerjemahkan naskah dari kantor berita atau televisi asing seperti APTN dan CNN, menyunting naskah reporter dan mengisi suara. Sebagai produser, Atika Suri bertanggung jawab atas seluruh isi program berita tersebut dan semua aspek produksinya.
Sejak 2004, Atika Suri kembali menjadi penyiar berita pagi RCTI Nuansa Pagi bersama rekannya Ade Novit. Atika Suri juga pernah menjadi penyiar utama Buletin Siang serta membawakan program berita utama RCTI Seputar Indonesia selama beberapa tahun.
Atika Suri adalah lulusan Universitas Trisakti Jakarta. Selama menjalani kariernya sebagai jurnalis televisi, Atika Suri pernah mengikuti sejumlah pelatihan professional termasuk Jurnalisme Damai dari BBC tahun 2001, CNN Television Workshop bulan Oktober 2000, and TV News Production Workshops dari Frank N. Magid Associates pada tahun 1995 and 1996. Atika Suri juga masuk nominasi penyiar berita wanita terfavorit dalam Panasonic Awards pada tahun 2000.










v  BUSRA ALGERIE- TOKOH PERS RIAU
Busra Algerie (lahir di Sianok Anam Suku, IV Koto, Agam, Sumatera Barat tahun 1935 - meninggal di Pekanbaru, Riau 17 Februari 2007 pada umur 72 tahun) adalah seorang wartawan dan penulis Indonesia dari Pekanbaru, Riau.[1] Ia merupakan salah seorang pendiri koran Riau Pos serta PWI Riau dan juga pernah menjabat sebagai ketuanya. Busra juga merupakan anggota Dewan Komisaris PT Riau Pos Intermedia, sebuah perusahaan yang menerbitkan media di Pekanbaru yang pasarnya mencakup beberapa provinsi sekitarnya.
Busra dikenal sebagai wartawan dan penulis yang handal. Sebelum berkiprah di Pekanbaru, Busra Algerie aktif menulis di Harian Haluan Padang pada tahun 60-an dan 70-an dan mengasuh rubrik Si Jibun jo Si Kiah yang populer pada masa itu di Sumatera Barat.
Busra merupakan salah seorang tokoh pers dan tokoh masyarakat Minang di Pekanbaru, Riau yang berasal dari Sianok Anam Suku, IV Koto, Agam, Sumatera Barat. Ia meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru pada tanggal 17 Februari 2007 dalam usia 72 tahun dengan meninggalkan seorang istri dan sepuluh orang anak.

v  WANDRA DONIE – BLOGGER











BAB IV
PENUTUP

1.KESIMPULAN
            Dalam UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bahwa yang dimaksud dengan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
            BERDASARKAN ILMU KOMUNIKASI
Pengertian pers yaitu:       Usaha percetakan atau penerbitan
     Usaha pengumpulan dan penyiaran berita
     Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan
     televisi
     Orang - orang yang bergerak dalam penyiaran berita
     Media penyiaran berita, yakni surat kabar, majalah, radio,
     dan televisi.

2.SARAN
                        Untuk kemajuan jurnalistik zaman sekarang, kita sebagai mahasiswa harus banyak belajar dari orang-orang yang berpengalaman dan banyak membaca tentang  jurnalistik dan banyak membaca Koran atau pun menonton berita , tapi semua itu tidak hanya kita lakukan begitu saja melainkan harus kita cerna,bagaimana berita tersebut,apakah sesuai dengan kenyataan atau hanya gossip belaka, dan dan kita perlu mencari inti dari berita tersebut, dan jurnalistik adalah salah satu media untuk mendapatkan berita ataupun menyiarkan berita,dan untuk menjadi seorang jurnalis yang  hebat harus lah bersungguh sungguh dalam mempelajari ilmu tentang jurnalistik.


MAKALAH JURNALISTIK





KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim,Segala Puji bagi Allah Swt yang telah menurunkan Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. Rahmat dan salam-Nya semoga selalu tercurah kepada rasul-nya pembawa risalah Al-qur’an,juga pada keluarga.Para sahabat dan segenap pengikut beliau yang setiap ada ajaran Al-qur’an dan sunnahnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SEJARAH PRES DUNIA” Pada kesempatan ini Pemakalah mengucapkan banyak terima kasih kepada:

a.       Allah Swt Yang Memberikan Rahmat serta inayah-Nya.
b.      Orang Tua Yang selalu memberi dorongan baik moril maupun materil. Serta,
c.       Bapak Musfialdi M,SI Selaku Dosen Pembimbing Materi.

Akan tetapi, dari tersusuNnya Makalah ini, tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu, Pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, untuk perubahan, Serta pemahaman-pemahaman yang bersifat membangun dimasa yang akan datang .
Dan Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, Untuk itu kami ucapkan TERIMA KASIH…….



                                                                                                            Pekanbaru,         Mei  2014

                                                                                                                    Penulis



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..   i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….    ii

BAB I               : PENDAHULUAN
1.1        Tinjauan Teoritis…………………………………………..……..     1
1.2        Rumusan Masalah……………………………………………….      1
1.3        Tujuan……………………………………………………………     1
BAB II              : PEMBAHASAN
2.1     Defenisi Pers………………………………………..……………     2
2.2     Sejarah Pers Dunia………………………………………………      3
2.3     Perkembangan Pers Dunia………………………………………      5
2.4     Sembilan Elemen Jurnalistik…………………………………......     9
2.5     Tokoh Pers Dunia…………………………………………………   12
BAB III            : PENUTUP
3.1     Kesimpulan………………………………………………………… 13
3.2     Kritik dan Saran……………………………………………………  14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...           15








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  TINJAUAN TEORITIS
Dalam dunia ini perkembangan dunia pers sangatlah pesat dan sangatlah tidak terbendung. Dibelahan Negara manapun terdapat pers, yang memenuhi kebutuhan masyarakat akan kebutuhan informasi, yang dapat diakses secara cepat dan tanpa mengeluarkan biaya yang banyak.
Pers tidak muncul begitu saja tanpa ada sebab dan histori. Tentunya lahirnya sesuatau dilatar belakangi oleh suatu histori. Dalam artikel ini saya akan Memaparkan Makalah yang berjudul “Sejarah Pres Dunia”Didalam Makalah ini akan dijelaskan beberapa perkembangan di dunia pers disertai dengan teori yang mendasari akan perkembangan perkembangan tersebut.

1.2  RUMUSAN MASALAH
a.       Apakah yang dimaksud tentang pers?
b.      Bagaimanakah perkembangan pers di Dunia?
c.       Siapa Tokoh Pres Dunia?

1.3  TUJUAN
a.       Agar mengetahui bagaimana pengertian pers yang sebenarnya.   
b.       Untuk bisa dipahami bagaimana perkembangan pers dunia ,serta Perkembangan Pers dari Masa ke Masa.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  DEFENISI PERS
        Media massa atau pers adalah suatu istilah yan mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahklan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini disingkat menjadi media. Pengertian Pers Secara etimologis, kata pers atau press (dalam Bahasa Inggris) artinya menekan atau mengepres. Isitlah ini merujuk pada alat dari besi atau baja yang di antara dua lembar besi tersebut diletakkan suatu barang. Kata pers berkaitan dengan upaya menertibkan sesuatu dengan upaya menertibkan sesuatu melalui cara mencetak. Proses produksinya adalah dengan cara memakai tekanan (pressing). Menurut Lesikow, komunikasi pers memiliki arti sebagai berikut:
a. Usaha percetakan atau penerbitan
b. Usaha pengumpulan dan penyiaran berita
c. Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan televise
d. Orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita
e. Media penyiaran berita yakni surat kabar, majalah, radio, dan televisi.
Terdapat dua pengertian tentang pers:
a.       Pers dalam arti sempit: adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan bulletin-buletin pada kantor berita.
b.      Pers dalam arti luas: mencakup semua media komunikasi yaitu media cetak, media audio, media audiovisual, dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet.

2.2  SEJARAH PERS DUNIA
Kegiatan jurnalistik/pers awalnya terjadi sekitar 3000 tahun lalu, ketika raja Firaun di Mesir, Amenthop II, mengirim ratusan pesan kepada para perwiranya di berbagai provinsi, yang berisi informasi tentang hal-hal yang terjadidi ibukota kerajaan itu. Namun, media pertama yang terbentuk barang cetakan disebut Acta Diurna (catatan harian) di Roma dan Gazetta di Venesia yang masih berbentuk newssheet, yaitu kertas-kertas lepas yang digantungkan. Isi Acta Diurna berupa informasi dari pusat pemerintahan Romawi kepada rakyatnya sekitar tahun 59 SM. Informasi itu dipasang di Forum Romanum (Stadion Romawi) agar diketahui rakyat. Sedangkan berbagai undang-undang, peraturan, dan tata tertib yang disahkan senat negeri tersebut diumumkan di depan gedung senat Romawi dan disebut Acta Senatus. Informasi keagamaan diumumkan Imam Agung di papan halaman gereja dengan namaAnales, sedangkan orang-orang yang menyebarluaskan hal itu disebut diurnalis.
Surat kabar pertama yang terbit teratur menurut Kusumaningrat & Kusumaningrat (2006) dimulai di Jerman, yang bernama Aviso di Wolfenbuttel dan Relation di Strabourg. Setelah itu, berdasarkan catatan ensiklopedi, muncul berbagai terbitan reguler di negara-negara lain di Eropa. Weekly News tahun 1622 merupakan terbitan media cetak pertama di Inggris.Surat kabar pertama yang terbit setiap hari atau sudah menjadi harian bernama EinkommendeZeitung, di Leipzig Jerman. Sedangkan surat jabar harian pertama di Inggris bernama The Daily Courant, terbit di London tahun 1702. Benyamin H. Day di Amerika Serikat, pertama kali memunculkan penny newspaper (surat kabar murah) yang harganya satu sen, penny pertama kali terbit di New York tahun 1883.Setelah surat kabar, bentuk-bentuk lain dari media cetak juga bermunculan. Majalah mulai berkembang sekitar 2 abad lalu. Perkembangan teknologi telah memunculkan kemajuan pesat dalam dunia media massa karena setelah media cetak, kemudian muncul media elektronik. Radio muncul ke dunia sekitar tahun 1920 dan televisi menyusul kemudian setelah Perang Dunia Kedua.Lalu pada saat ini pers telah berkembang melalui media informasi elektronik yaitu internet.
Selain itu Adapun Perkembanngan Dimana Awal  mulanya muncul jurnalistik dan Pers/Media  dapat diketahui dari berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM).
“Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.
Dalam sejarah Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.
Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.
Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.
Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.
Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para wartawan.Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).





2.3  MASA PERKEMBANGAN SEJARAH PERS DUNIA
Kegiatan penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas pada masa peradaban Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan kertas dari serat tumbuhan yang bernama “Phapyrus”.
Pada abad 8 M., tepatnya tahun 911 M, di Cina muncul surat kabar cetak pertama dengan nama “King Pau” atau Tching-pao, artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351 M, Kaisar Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.
Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan oleh Johan Guttenberg pada 1450. Koran cetakan yang berbentuk seperti sekarang ini muncul pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang pertama kali diberitakan secara luas di suratkabar adalah pengumuman hasil ekspedisi Christoper Columbus ke Benua Amerika pada 1493. Pelopor surat kabar sebagai media berita pertama yang bernama “Gazetta” lahir di Venesia, Italia, tahun 1536 M. Saat itu Republik Venesia sedang perang melawan Sultan Sulaiman. Pada awalnya surat kabar ini ditulis tangan dan para pedagang penukar uang di Rialto menulisnya dan menjualnya dengan murah, tapi kemudian surat kabar ini dicetak.
Surat kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah menggunakan istilah “Newspaper”.
Di Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah “Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris.
Pada Abad ke-17, di Inggris kaum bangsawan umumnya memiliki penulis-penulis yang membuat berita untuk kepentingan sang bangsawan. Para penulis itu membutuhkan suplai berita. Organisasi pemasok berita (sindikat wartawan atau penulis) bermunculan bersama maraknya jumlah koran yang diterbitkan. Pada saat yang sama koran-koran eksperimental, yang bukan berasal dari kaum bangsawan, mulai pula diterbitkan pada Abad ke-17 itu, terutama di Prancis.
Pada abad ke-17 pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence).
Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of Journalism di Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847 – 1911).
Pada Abad ke-18, jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik ketimbang sebuah profesi. Komentar-komentar tentang politik, misalnya, sudah bermunculan pada masa ini. Demikian pula ketrampilan desain/perwajahan mulai berkembang dengan kian majunya teknik percetakan.
Pada abad ini juga perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang kebebasan pers antara wartawan dan penguasa. Pers Amerika dan Eropa berhasil menyingkirkan batu-batu sandungan sensorsip pada akhir Abad ke-18 dan memasuki era jurnalisme modern seperti yang kita kenal sekarang.
Perceraian antara jurnalisme dan politik terjadi pada sekitar 1825-an, sehingga wajah jurnalisme sendiri menjadi lebih jelas: independen dan berwibawa. Sejumlah jurnalis yang muncul pada abad itu bahkan lebih berpengaruh ketimbang tokoh-tokoh politik atau pemerintahan. Jadilah jurnalisme sebagai bentuk profesi yang mandiri dan cabang bisnis baru.
Pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita pelopor yang masih beroperasi hingga kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis). Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst.
Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun, para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.
Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme profesional.
Teknologi Informasi
Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi. Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehingga deadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di surat kabar.
Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis saat itu. Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan dengan munculnya televisi.
Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin, proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di industri media massa.
Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun. Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan space iklan yang tak kalah luasnya.
Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki situs berita di internet, yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi internetnya sama persis dengan edisi cetak.
Sedangkan pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog dan sering disingkat menjadi blog saja.Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik. Tapi banyak yang memang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita.
2.4  SEMBILAN ELEMEN JURNALISTIK
Wartawan merupakan sebuah profesi, dimana untuk menjadi seorang wartawan yang professional, dia harus mematuhi yang dinamakan kode etik jurnalistik. Disebutkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosentiels ada 9 elemen yang menjadi standar perilaku wartawan dan menjadi basic sebuah jurnalisme. Ke – 9 elemen ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Semuanya mempunyai kedudukan yang sama, tidak bisa hanya salah satu saja yang dipatuhi oleh wartawan. Kesembilan elemen ini adalah :
1.    Kewajiban utama jurnalisme adalah pencarian kebenaran.
 Sebagai seorang wartawan kita harus selalu menjunjung kebenaran. Dalam hal ini kebenaran secara fungsional yang tentunya sesuai dengan tugasnya seorang wartawan.
Seorang wartawan yang tidak menjunjung faktor kebenaran dalam liputannya, tentu saja akan merugikan banyak pihak, terutama publik yang  mnejadi korban dari pemberitaan itu. Belum lagi perusahaan yang menjadi kehilangan harga diri sebagai media yang seharusnya menyampaikan kebenaran.
2.    Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara.
Loyalitas wartawan seharusnya berujung pada publik, sebagai pembaca dari apa yang kita beritakan. Yang harus selalu diingat oleh wartawan adalah bagaimana membuat suatu berita yang menarik bagi pembaca yang menjunjung kebenaran, dan bagaimana bertanggung jawab pada publik jika berita yang dibuat hanya fiktif padahal sudah jelas yang akan membaca suatu media bukan hanya sekelompok orang, tapi semua orang di bangsa ini bahkan di seluruh dunia.
Media yang jujur, yang lebih memntingkan kepentingan publik lebih menguntungkan perusahaan tersebut, tak hanya soal prestisius, tapi soal financial juga menjadi lebih baik. Kepercayaan yang diberikan publik pada media jangan sampai hilang akibat satu berita bohong dari oknum wartawan.
3.    Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi.
Dengan adanya disiplin verifikasi yang dilakukan wartawan fiktifisasi narasumber tudak akan terjadi. Batas antara fiksi dan jurnalisme harus jelas, jurnalisme tidak bisa digabungkan dengan fiksi. Semuanya harus fakta dan nyata.
4.    Jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputanya.
Dalam melakukan suatu peliputan, wartawan harus benar-benar independen, melakukan peliputan secara obektif. Tidak terpengaruh pada apapun, kepentingan siapapun, kecuali kepentingan bahwa kita adalah wartwan yang harus menyampaikan berita yang benar – benar terjadi untuk disampaikan pada masyarakat. Tidak peduli siapapun, apapun. Bahkan jika itu menyangkut keluarga kita, dan kita harus memberitakannya jangan anggap itu keluarga. Wartawan harus bertanggung jawab pada publik itu penting dan harus selalu di ingat.
Semangat independensi harus dijunjung tinggi oleh setiap wartawan.
5.   Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau  independen dari kekuasaan.
      Dalam memantau kekuasaan, bukan berarti wartawan menghancurkan kekuasaan. Namun tugasnya wartawan sebagai pemantau kekuasaan yaitu turut seta dalam penegakkan demokrasi.
Salah satu dalam cara memantau ini adalah melakukan investigatif reporting. Inilah yang sering menjadi masalah antar wartawan dengan penguasa. Biasanya banyak penguasa yang enggan privasi tentang dirinya dipublikasikan.
6.    Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling kritik dan menemukan kompromi.
         Seorang wartawan yang bertanggung jawab pada publik  harus mendengarkan apa keinginan publik itu sendiri. Wartawan harus terbuka pada publik untuk mendengarkan segala sesuatunya. Logikanya setiap orang boleh berpendapat dan memiliki rasa ingintahu yang sama. Jadi jika ada anggota publik yang ingin lebih mengetahui dalam sebuah kasus bisa menanyakannya.
7.    Jurnalis harus berusaha membuat hal yang penting menjadi menarik dan relevan.
        Wartawan harus tahu tentang komposisi, tentang etika, tentang naik turunnya emosi pembaca dan sebagainya. Berita yang dibuat jangan sampai membosankan bagi pembaca. Jangan sampai berita yang penting jadi tidak penting karena pembaca bosan.Berita itu dibuat tidak membosankan dan harus memikat tetapi tetap   relevan. Ironisnya, dua faktor ini justru sering dianggap dua hal yang bertolak belakang. Laporan yang memikat dianggap laporan yang lucu, sensasional, menghibur, dan penuh tokoh selebritas.
8.    Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional.
        Perlu banyak hal yang dilakukan untuk mendapatkan dan membuat berita yang komprehensive dan proposional. Wartawan tidak hanya menerima fakta yang mudah diraih. Harus ada sesuatu yang menantang dari pekerjaan wartawan pelaporan ivestigasi mewakili berita yang komprehensif dan proposional ini.Wartawan harus tahu bagaimana caranya melaporkan suatu hal yang bermutu. Berita yang komprehensif bukan berita yang hanya punya judul sensasional  Berita sensasionalnya akan memalukan wartwan dan media yang menerbitkannya.
9.     Jurnalis harus diperbolehkan untuk mendengarkan hati nurani pribadinya.
        Segala sesuatu yang berasal dari hati nurani akan lebih baik dari apapun. Dari persoalan yang terjadi didalam kehidupan wartawan jawabnnya adalah bersumber pada hati nurani. Wartawan yang berbohong, melakukan fiktifisasi narasumber atau apaun kejahilan seorang.


2.5 TOKOH PENYEBARAN PERS DUNIA
      1. Nabi Nuh
      Dimana Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Bahkan sejalan dengan teknik-teknik dan caranya mencari serta menyiarkan kabar (warta berita di zaman sekarang dengan lembaga kantor beritannya). Mereka menunjukan bahwa sesungguhnya kantor berita yang pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh. Data selanjutnya diperolah para ahli sejarah negara Romawi pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi (Imam Agung) mencatat segala kejadian penting yang diketahuinya pada annals (papan tulis yang digantungkan di serambi rumahnya). 
      2. Julius Caesar
      Pengumuman sejenis itu dilanjutkan oleh Julius Caesar pada zaman kejayaannya. Caesar mengumumkan hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya, dengan jalan menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis pada masa itu. (60 SM) dikenal dengan acta diurna dan diletakkan di Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Terhadap isi acta diurna tersebut setiap orang boleh membacanya, bahkan juga boleh mengutipnya untuk kemudian disebarluaskan dan dikabarkan ke tempat lain. Baik hikayat Nabi Nuh menurut keterangan Flavius Josephus maupun munculnya acta diurna belum merupakan suatu penyiaran atau penerbitan sebagai harian, akan tetapi jelas terlihat merupakan gejala awal perkembangan jurnalistik.
      3.Pemuan Kertas
      Dimana penyebaran pers sudah berkembang diseluruh pelosok dunia dan banyak para tokoh dari berbagai Negara yang menyebarkan pers dimana mulai berkembang pada media elektronik maupun cetak.




BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
      Media massa atau pers adalah suatu istilah yan mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahklan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini disingkat menjadi media.adapun awal mula per satu berdiri Perkembanngan Dimana Awal  mulanya muncul jurnalistik dan Pers/Media  dapat diketahui dari berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar. Adapun Sembilan elemen jurnalistik diantaranya : Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran, Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga Negara,Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi,Jurnalis harus menjaga independensi dari obyek liputannya.,Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan,Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi,Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan,Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional,Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.

3.2 SARAN
Setelah membaca makalah ini,Diharapkan agar  pembaca melengkapi referensi pengetahuan
 Dengan membaca buku-buku tentang Pers Dunia Maupun Artikel Serta Referensi Informasi yang ada agar lebih memahami dan mengetahui banyak Tentang sejarah pers dunia.


DAFTAR PUSTAKA


Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik – Teori dan Praktik, cet. IV, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
http://fitrienurani.blogspot.com/2013/05/sembilan-elemen-jurnalistik.